Dalam rangkaian pameran HARLAH ke-70 ASRI, Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta menyelenggarakan Forum Seni dan Kebangsaan, dalam bentuk diskusi daring melalui platform zoom meeting. Diskusi ini mengambil tema: Memahami Indonesia, Melalui Pendidikan Seni: “Peran, Kontribusi Seniman, Seni, dan Pendidikan Seni dalam Membangun Indonesia Bermartabat”. Forum diskusi ini juga sebagai penutup dari kegiatan Pameran Seni Rupa Harlah ke-70 ASRI, yang berjudul “Tonggak: Para Pendiri dan Pembangun ASRI”. Pameran yang berlangsung di Galeri RJ Katamsi ISI Yogyakarta dari tanggal 20 hingga 30 November 2020 itu menampilkan karya-karya dari para pendiri ASRI, akademi seni yang menjadi cikal bakal Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta.


Forum diskusi yang terakhir ini berlangsung pada tanggal 30 November 2020, mulai pukul 16.00 sampai selesai. Forum diikuti oleh 300 peserta yang mencermati perbincangan hingga usai pada pukul 18.15 WIb. Gagasan dari pelaksanaan forum ini adalah mempertemukan beragam perspektif dalam melihat pendidikan seni dan praktik seni rupa pada umumnya melalui pandangan dari penentu kebijakan, pelaksana pendidikan, dan para seniman. Gagasan ini terkait dengan berdirinya ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia), yaitu akademi seni pertama yang didirikan tahun 1950 oleh pemerintah Republik Indonesia. Forum diskusi menghadirkan Nadiem Makarim, selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Prof. M. Agus Burhan, rektor ISI Yogyakarta, Dr. Suwarno WIsetrotomo, selaku pelaku pendidikan tinggi seni rupa dan kurator seni. Mewakili seniman hadir sebagai pembicara Butet Kartaredjasa dan Entang WIharso. Diskusi dipandu oleh Dr. Suastiwi Triatmodjo dari FSR ISI Yogyakarta.


Mendikbud membuka diskusi dengan mengutarakan mengenai posisi seniman dalam masyarakat. Dalam pandangannya perjalanan seniman itu bukan sebuah perjalanan internal. Seniman harus memiliki keberanian untuk menghadirkan karyanya ke tengah masyarakat. Seniman sejak dahulu adalah ‘influencer’, mereka harus tahu bagaimana menemukan posisinya dalam ekonomi dan teknologi. Nadiem juga menyampaikan bahwa kesenian itu mempersatukan bangsa kita, yaitu budaya kita, kesenian kita. Untuk itu program seni harus diutamakan. Untuk mendapat perhatian seniman harus sukses dalam karya seninya.


Seniman Butet Kartaredjasa menanggapi uraian Mendikbud dengan mengkaitkan praktik seni berhadapan dengan gejala intoleransi. Mentri mengutarakan bahwa pendidikan itu menghadapi tiga dosa pendidikan, yaitu perundungan, pelecehan seksual, dan intoleransi.

Rektor ISI Yogyakarta menekankan mengenai pentingnya soft-skill dan social skill dari calon seniman dan seniman dalam pendidikan seni.

Dalam kaitan ini Mendikbud menekankan mengenai konsep kampus merdeka, dalam arti seniman sebagai intelektual harus didorong ke masyarakat. Harapannya agar apa yang sudah digariskan dalam kebijakan mengenai kampus merdeka itu jangan disia-siakan. Kampus harus mendorong mahasiswa dan dosen-dosennya untuk melalukan ‘experience’ di luar kampus. “Mending di lautan terbuka, ketimbang hanya berada di dalam”, kata Mas Menteri Nadiem Makarim.


Entang Wiharso, seorang seniman alumni FSR ISI Yogyakarta yang sekarang tinggal di Amerika mengharapkan pemerintah untuk memperhatikan museum senu rupa. Baginya museum adalah rumah bagi karya anak bangsa.

Suwarno Wisetrotomo menyoroti hubungan presiden Soekarno dengan ASRI pada masa lalu, dan dihubungkan dengan situasi sekarang. Dalam paparannya ditekankan mengenai karakter dalam pendidikan seni.


Sebagai pamungkas, Butet menggarisbawahi mengenai kesadaran pada kerendahan hati dan posisi setara dalam komunikasi dalam pendidikan seni. Forum diskusi ini berjalan dengan menarik, dengan tanggapan dan respon pemirsa yang antusias hingga berakhir.

Author : M. Rain Rosidi

Dokumentasi kegiatan