Pada Senin 28 Oktober 2019, kerjasama antara dua perguruan tinggi seni ISI Yogyakarta dan Silpakorn University Bangkok telah dilaksanakan. Dalam kolaborasi ini dilaksanakan beberapa agenda,  yakni berupa art talk, pameran,  workshop dan pertemuan akademik antara dua pimpinan fakultas.

Art talk atau diskusi seni mengetengahkan pembicara dari ISI Yogyakarta yakni Prof. Drs M. Dwi Marianto, Ph.D., (Contemporary Bio Art),  Dr. Mikke Susanto,  M.A., (Soekarno and Indonesian Art : A Patronage) dan Dr. Timbul Raharjo,  M.Sn (Indonesian Craft : Art and Spirit of Life).  Adapun agenda pameran seninya mengetengahkan 30 an peserta dari kedua universitas yang diresmikan oleh Duta Besar Indonesia, Presiden Universitas Silpakorn serta Wakil Presiden. Pameran ini bertajuk “LOCAL 4GLOBAL: Seni di era 4.0”,  diadakan di galeri kampus Silpakorn University, Bangkok, Thailand 28 – 30 Oktober 2019.

Kegiatan dilanjutkan dengan forum akademik untuk Dekan, Pembantu dekan dan Ketua Jurusan FSR ISI Yogyakarta dengan Para Pejabat di Universitas Silpakorn. Selain itu pada tanggal 29 Oktober 2019 diadakan workshop diadakan di Nakornpathorn, yang meliputi;

  • Workshop 1: Teknik Batik pada Kulit dan Batok Kelapa Oleh Dr. Yulriawan Daftri dan Ms. Toyibah, M.Sn dan Ketua Jurusan Kerajinan dan Ketua Program Studi Batik Fashion
  • Workshop 2: Membuat Seni dengan Teknik Pengelasan Oleh Lutse Lambert D.M., M.Sn. dan Ketua Jurusan Seni Rupa
  • Workshop 3: Menggambar Karikatur Kehidupan dengan Cara yang Menyenangkan Oleh Indiria Maharsi, M.Sn. dan Ketua Program Studi Desain Komunikasi Visual
  • Workshop 4: Menemukan Vaksin untuk Merombak Rumah Warisan yang Menakutkan Oleh Mr. Setyo Budi Astanto, M.Sn. Kuliah Program Studi Desain Interior

Secara umum, pameran ini mengetengahkan pertautan berbagai khasanah, antara lain kerjasama antar lembaga pendidikan, proses kreatif sebagai sarana pengenalan diri, citra Timur, dan lintas sektor geo-seni khususnya di Asia Tenggara. Indonesia, lebih khusus Jawa (dimana Yogya sebagai entri) secara historis memiliki kedekatan dengan sejarah tradisi Thailand. Dalam periodisasi sejarah, kehidupan seni era Neolitikum di Asia Tenggara telah hidup sejak tahun 200 SM. Munculnya pengaruh Hindu sebagai kebudayaan besar secara simultan terjadi pada tahun 200-an Masehi, khususnya di Jawa, Kamboja, dan Siam.

Judul pameran “4G” ini juga dapat dimetaforkan dengan hal yang sedang kontekstual, bahwa teknologi yang kini tengah berkembang dalam budaya komunikasi virtual kita masih banyak menggunakan teknologi berbasis 4G.

Melalui pameran ini, keduanya dimungkinkan menjadi tulang punggung kerja kreatif di masa depan untuk mewarnai dunia seni. Kerjasama antara Yogyakarta dan Bangkok menyimpan makna bukan semata pertukaran budaya, namun juga memberi contoh bagi yang lain untuk saling bersinergi. Tujuannya untuk membentuk pribadi yang kuat, karya seni yang berkualitas, dan mengikrarkan citra pendidikan seni yang khas di wilayah Asia Tenggara.

Kerjasama ini juga berfungsi untuk kembali menyelami makna kita sebagai oang Timur yang sadar atas perkembangan global. Timur bukan hanya sebagai penanda arah mata angin, namun juga bermakna tentang estetika yang mengarah pada sumbu manusia, alam dan Tuhan. Karya yang bertumpu pula pada kebajikan, kebenaran, dan kebagusan yang dimediasi oleh teknologi 4.0. Konsep semacam ini perlu terus disosialisasikan dalam setiap produk kreatif akademis. Agar seni tetap bermanfaat bagi umat manusia seluruh dunia.