Mengeksplorasi Karya Batik Kontemporer

photo

Lenggak-lenggok para model cantik terlihat anggun menghiasi area catwalk. Dengan luwesnya mereka memeragakan aneka busana batik kontemporer.

Kali ini para model tersebut bukannya membawakan karya desainer ternama, tapi justru kreasi dari para mahasiswi lulusan Jurusan Strata Satu (S- 1) Kriya Tekstil, Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta yang tidak kalah hebatnya. Melalui karya-karya itu, para mahasiswi ini berani menyajikan motif batik yang berbeda daripada lainnya. Ini tidak lepas dari perkembangan motif batik tradisi yang tidak hanya berhenti stagnan dalam bentuk “itu-itu” saja.

Sejumlah anak muda pun terpanggil mengembangkannya ke dalam motif batik kontemporer. Seperti yang dilakukan Nuri Ningsih Hidayati, 22. Mahasiswi yang baru saja lulus dari ISI Yogyakarta ini, dalam karya tugas akhirnya mengemas fenomena alam ke suatu motif batik cantik yang tersaji dalam sebuah kain batik panjang. Dari kain tersebut, kemudian diolah menjadi suatu karya desain busana yang anggun dan memesona.

“Ada delapan karya busana wanita yang saya buat. Lebih ke sebuah kain panjang yang dililitkan, dilipat, maupun digraperi dengan aneka kreasi busana ke tubuh model. Di sini saya gabungkan motif tradisional dan modern. Yang lebih terinspirasi pada fenomena alam di Jepang, khususnya yang terjadi saat (bunga) sakura bersemi,” ucap Nuri kepada wartawan di Yogyakarta, belum lama ini.

Terlihat menarik ketika motif batik yang dibuatnya itu dikolaborasikan antara tradisi Jepang dengan motif batik Truntum asal Yogyakarta. Apalagi Nuri menyajikannya dengan warna-warna alam. Seperti warna biru indigo, cokelat maupun cokelat tua, abu-abu, pink salem, hijau indigo, kuning, hingga merah hati. Semua warna itu bisa didapatkan dari daun maringo, daun jati, daun mangga, akar, batang, kulit, biji, hingga bunga-bunga yang terdapat di jalanan.

Kemudian warna tersebut dituangkan ke dalam kain sutera dengan teknik eksperimen celup, coletan, dan lainnya. “Karya ini diperuntukkan dalam busana gaun malam. Untuk motifnya, saya desain dari proses malam juga, seperti dalam pembatikan. Dengan warna alam yang tentu berbeda dengan warna sintesis,” ucapnya.

Sama halnya dengan Firta Kumala Sari, 22. Hanya, maha-siswi tingkat akhir Jurusan S-1 Kriya Tekstil Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta ini justru terinspirasi dengan keberadaan bunga teratai stilir gajah. “Mulanya saya ingin angkat ornamen relief yang ada di Jepara. Di sana dulu banyak terdapat itu, kira-kira dari agama Hindu sampai dengan Wali Sanga. Bentuk-bentuk relief dari manusia atau hewan itu lalu diubah jadi bentuk bunga yang distilisasi ke dalam bentuk lainnya seperti hewan,” kata Firta.

Umumnya, lanjut dia, ornamen relief asli banyak yang memuat tentang kera dan bunga mawar. Dalam karyanya yang terpengaruh agama Hindu ini lantas ditransfer ke dalam bunga teratai, maupun gajah sebagai bentuk ekspresi. Yang kemudian dituangkan ke sebuah kain panjang terusan macam gaun pesta one piece.

Bisa dikreasikan dengan bentuk kemben maupun dililitkan dalam bentuk apapun. “Di sini saya banyak gunakan warna seperti merah, biru, dan putih. Ada delapan koleksi kain panjang yang saya buat,” tandasnya. ?SITI ESTUNINGSIH Yogyakarta