Di berbagai bidang, media memiliki peran yang sangat penting. Media pulalah yang kemudian banyak menentukan keberhasilan sebuah komunikasi. Baik dari sekup yang paling sederhana hingga yang paling kompleks. Salah satu implikasi atas kehadiran media adalah pola interaksi -termasuk di dalamnya cara membangun interaksi tersebut. Tentu saja “cara membangun interaksi” bisa kita tafsir ke arah konstruksi yang tidak netral dan penuh dengan kepentingan.
Dalam hubungannya dengan seni, media bisa ditempatkan sebagai perangkat daya yang tidak bisa diabaiakan begitu saja, meminjam istilah Marshall Mc Luhan: Media sebagai ekstensi indra. Dan kemudian manusialah yang memberdayakan media sebagai perangkat. Seni dan Media menjadi ruang dialogis dalam kerangka yang luas, kompleks, saling beririsan namun khas dan detail. Dalam artian, setiap genre yang dihadirkan membawa kekhasan yang detail dan memilki audiensnya masing-masing. Keterhubungan seni dan media serta sifat audiens yang aktif membuat ruang-ruang berkesenian menjadi semakin berdaya. Namun, yang kemudian menarik untuk diperbincangkam adalah faktor kuasa. Kuasa dalam hubungannya dengan ruang-ruang virtual yang nyatanya menjadi pola-pola baru yang “memudahkan” namun juga menjadi candu. Selanjutnya, kehadiran ruang virtual dalam seni dan media ditengarai menjadi cikal bakal munculnya relasi-relasi kuasa baru yang menarik untuk diperbincangkan.
Menyitir apa yang dikatakan oleh M. Foucault: Kuasa memang tidak bisa dipisahkan dengan pengetahuan, kekuasaan menghasilkan pengetahuan dan pengetahuan dibentuk oleh kekuasaan. Bagi Foucault, kekuasaan selalu teraktualisasi lewat pengetahuan, dan
pengetahuan selalu punya efek kuasa. Kuasa memprodusiksi pengetahuan dan bukan saja karena pengetahuan berguna bagi kuasa. Tidak ada pengetahuan tanpa kuasa dan sebaliknya tidak ada kuasa tanpa pengetahuan.
Melalui ruang-ruang virtual masyarakat mulai mengenal strategi dan taktik untuk menjalankan kepentingannya, baik sebagai subjek maupun objek. Dimana tak ada batas yang jelas ketika sudah tampil/menampilkan di media, semua memiliki konstruksi. Seni dan media merupakan ranah multidisiplin yang tidak bisa selesai dan tuntas dengan dirinya sendiri. Bidang tersebut memerlukan disiplin keilmuan yang lain untuk bisa melihat dimensi-dimensinya yang semakin banyak dan kompleks. Sehingga, dengan melibatkan keilmuan yang lain diharapkan dapat memperkaya dan memperdalam kajian yang ada
Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, pada hari Kamis, 27 Oktober 2022, bertempat di KJ Hotel (Jl. Parangtritis No.120, Mantrijeron, Kec. Mantrijeron, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55143) akan menggelar seminar akademik dengan tema: Seni dan Media dalam Kuasa Virtual. Seminar ini digelar dalam rangka merespon ranah seni dan media yang semakin beragam dan juga agar dapat membuka perspektif-perspektif baru dalam kajian kajian seni dan media. Seminar ini menghadirkan sub-sub tema yang bisa diikuti oleh khalayak untuk turut serta menulis artikel. Adapun Sub tema yang kami tawarkan adalah
Sub Tema
- Media Baru dan Industri Kreatif
- Seni, Media dan Gender dalam ruang virtual
- Event Seni dan Teknologi Virtual
- Seni Urban dalam Ruang Virtual
- Seni, media dan visual branding
- Media dan Seni Pertunjukan
- Ekonomi Politik Seni dan Media
- Seni Intermedia
- Politik Identitas Seni dan Media dalam Ruang Virtual
- Budaya Layar dan Digitalisasi Masyarakat
Selanjutnya artikel dapat dikirimkan ke email: seminarfsr@isi.ac.id dengan template yang dapat diunduh dilaman:
Untuk keperluan mengirim paper serta jika ada pertanyaan terkait penyelenggaraan seminar bisa kontak ke no berikut: 083869258047(Retno Purwandari, S.S., MA )