“Terbitlah Terang”
Pada pidato pengukuhan jabatan guru besar di Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta tanggal 29
November 1997, Profesor Drs. SP. Gustami, S. U. menyampaikan bahwa kejayaan aktivitas pertukangan di wilayah sekitar Jepara telah berlangsung sejak pemerintahan Ratu Kalinyamat. Hasil karya perajin kayu yang menonjol tampak pada ukiran bangunan Jepara dan Kudus yang ngrawit, ngremit, dan werit. Ornamentasi yang menempel pada benda-benda fungsi dikerjakan dengan sangat cermat untuk menghadirkan kepuasan estetik. Ekspresi seninya mengandung banyak makna dan mampu merekam pola pikir, peri kehidupan, pengetahuan, dan pencapaian keterampilan perajin.
Kota Jepara memiliki sejarah panjang perjalanan seni kriya yang berpengaruh di Indonesia. Pergaulan masyarakatnya dengan bangsa-bangsa lain, seperti: India, Cina, Arab, dan Eropa ikut memberikan andil dalam mematangkan kemampuan berkarya dalam bidang seni kriya. Para perajinnya semakin mampu menghasilkan karya-karya seni kriya yang diminati konsumen seluruh dunia, sehingga aktivitas tersebut sangat menguntungkan secara ekonomi. Beberapa pameran tingkat dunia pernah diisi dengan produk-produk kriya dari Jepara. Keindahan seni ukir Jepara telah menarik perhatian pelaku usaha tingkat dunia. Pengusaha asing banyak yang menanamkan modalnya di Jepara untuk memenuhi kebutuhan konsumen global. Ini membawa pengaruh besar bagi pergeseran tradisi seni ukir yang telah ditekuni perajin selama bertahun-tahun.
Saat ini dirasakan telah terjadi penurunan kuantitas dan kualitas seni ukir di Jepara. Banyak faktor yang terjadi di kota ini yang menyebabkan terjadinya hal tersebut. SDM menjadi problematika terberat bagi perkembangan seni ukir Jepara. Para perajin tidak sedikit yang merantau keluar daerah untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Persaingan di kota ini dirasakan sangat ketat dan mereka mulai melirik daerah-daerah lain untuk mengembangkan usahanya. Di samping itu, terjadi perebutan tenaga kerja dengan sektor lain, seperti: industri sandang. Perkembangan industri sandang cukup pesat yang banyak “menyerobot†tenaga kerja di sektor lainnya. Kecamatan Pecangaan dan Mayong telah tumbuh pabrik garmen berbasis penanaman modal asing.
Bahan baku kayu dirasakan semakin mahal dan mulai sulit dicari karena ketersediaan hutan sudah berkurang akibat salah kelola dan penebangan liar yang terjadi pada masa lalu. Perajin mulai mengerjakan kayu non jati untuk membuat produk. Jenis pesanan produk kayu banyak yang bergeser pada jenis produk minimalis yang tidak banyak ukiran. Perubahan tren desain seperti ini dalam jangka waktu lama juga akan mengurangi tuntutan keahlian dalam keterampilan mengukir. Dampaknya bisa dilihat bahwa sekarang keterampilan mengukir kayu mengalami penurunan.
Pola pendidikan di sekolah kejuruan yang menjadi salah satu penyedia tenaga terampil juga kurang dapat diandalkan. Perubahan kurikulum pada pendidikan kejuruan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas keterampilan siswa. Berdasarkan pengamatan atas fenomena yang ada, penyebab terjadinya penurunan minat generasi muda dalam seni ukir karena budaya instan lebih disukai. Semangat belajar kriyawan muda sudah tidak seperti dahulu lagi. Profesi pengukir kalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang dirasakan cepat menghasilkan uang, meskipun pekerjaan tersebut mematikan bakat yang mereka miliki.
John Ruskin dan William Moris pada abad ke-19 memimpikan bangkitnya “craft†sebagai perlawanan dari revolusi industri yang memperlebar jarak antara seniman, media, dan teknik. Gerakan mereka dikenal sebagai “art and craft movementâ€. Para penggiat kriya demikian bergairah dalam momentum ini dan pengaruhnya sampai ke berbagai pelosok dunia. Kebangkitan selalu didahului dengan gerakan-gerakan penyadaran. Kesadaran kolektif yang terbentuk akan menjelma menjadi sebuah tindakan. Demikian pula dengan kebangkitan kriya Indonesia yang membutuhkan momentum-momentum agar dapat bangkit melebihi masa lalu.
Pameran Jurusan Kriya di salah satu pusat kriya Indonesia memiliki arti penting untuk menciptakan momentum kebangkitan. Memori-memori lama digali lagi agar menjadi ruh dalam kebangkitan tersebut. Tema “Terbitlah Terang†dipilih untuk merangkai semangat dan niat baik yang terserak di berbagai tempat. Harapannya akan tumbuh simpul-simpul yang saling merajut menjadi sebuah kekuatan untuk digerakkan membangun kebangkitan kriya Indonesia. Ini langkah kecil yang dengan tulus diayunkan, semoga mendapatkan sambutan yang terus bergulir membesarkan kriya Indonesia.
Yogyakarta, 8 Mei 2016
Agung Wicaksono
Indro Baskoro MP.
———————————-
PAMERAN INI DISELENGGARAKAN OLEH PROGRAM STUDI KRIYA SENI, JURUSAN KRIYA, FAKULTAS SENI RUPA, ISI YOGYAKARTA KERJASAMA DENGAN DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KAB. JEPARA Dan HMJ KRIYA FSR ISI YOGYAKARTA
———————————-
Pada acara ini juga diselenggarakan
LOMBA MENGGAMBAR ORNAMEN NUSANTARA
———————————-
Pelaksanaan lomba:
1 Juni 2016, pukul 13.00 – 15.30 Wib.
———————————-
Tema lomba: Ornamen Nusantara.
Kategori lomba: Pelajar SMA, SMK, dan sederajat.
———————————-
Syarat lomba:
1. Lomba diperuntukkan untuk pelajar di Jepara.
2. Peserta perorangan.
3. Mengisi formulir pendaftaran.
4. Pendaftaran dilayani dilokasi lomba (Museum Kartini) 1 Juni 2016, pukul 12.00-13.00 Wib.
5. Karya lomba menjadi milik panitia.
———————————-
Kriteria penilaian:
1. Orisinalitas.
2. Menggambarkan ciri khas ornamen nusantara.
3. Ketepatan bentuk.
4. Keluwesan garis.
5. Kerapian dan kebersihan.
———————————-
Ketentuan lomba:
1. Media untuk menggambar adalah kertas manila ukuran A3 dan disediakan panitia.
2. Setiap peserta membawa alat gambar sendiri.
3. Teknik menggambar adalah teknik kering (pensil, drawing, dan pensil warna).
———————————-
Pemenang:
Juara I, Juara II, Juara III, Juara harapan I, Juara harapan II
———————————
Hadiah:
Berupa uang pembinaan+ tropy + piagam.