Program Studi Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta, untuk kesekian kalinya mengadakan pameran tipografi dengan tema “Urip-uriping aksara“, gagasan tema Urip-uriping aksara, berangkat dari fenomena aksara (huruf & tipografi) sebagai elemen visual yang ‘hidup’ dalam kehidupan manusia. Aksara, bukan hanya dipandang sebagai satuan huruf dan susunannya sehingga membentuk suatu makna. Ia lebih dari itu. Ia, memiliki ‘nyawa’, mampu ‘menyalurkan nyawanya’ secara kultural, sehingga–katakanlah–ia dapat dipersepsi sebagai huruf yang kuat, klasik, maskulin, atau feminin. Keberagamannya memosisikan aksara sebagai ‘etalase font’, sebagai media ekspresi pada komunikasi visual.
Di sinilah, aksara bersifat ‘nguripi’. Ia menghidupi manusia dengan pilihan rupa aksara dan kesan. Membantu manusia memilih dan mengaransemennya untuk berbagai kebutuhan. Ia dapat difungsikan untuk kebutuhan-kebutuhan informasi sesuai dengan kesan yang diciptakannya. Dan tak hanya itu, Ia juga mampu menjadi penanda semangat jaman (zeitgeist), identitas kultural, pun sebagai representasi pengalaman personal.
‘Nyawa’ dari aksara tidak hanya selesai di situ. Ia, karena berdampingan dengan bahasa tutur, dapat mengartikulasi berbagai suara menjadi susunan aksara; dentuman, teriakan, langkah kaki. Aksara ‘menggambarkan’ ekspresi, intonasi, panjang suaranya, sampai dengan ‘berat’ atau ‘lemah’-nya suara. Aksara–melalui kreativitas penggambarannya–dapat menjadi elemen visual yang mampu ‘mewarnai’ elemen lain ketika ia diaransemen, dikomposisi maupun dikombinasikan. Ia mampu menciptakan dramatisasi dan aksentuasi pesan dan estetika pada suatu ‘ruang’ gambar sampai ‘mengalirkan’ proses membaca. Aksara–dalam hal ini–menjadi elemen yang ‘nguripke’. Dalam pengertian, ia hadir dalam konteks tertentu, bukan dari ruang kosong. Ia mampu ‘mengisi’, memberi ‘makna’, maupun memberi ekspresi terhadap elemen disekelilingnya.
Aksara–dari sisi penciptaan–juga memiliki sifat tak terbatas (infinite). Visualitas aksara dapat tercipta menggunakan berbagai objek, material, medium, gaya, teknik, sampai teknologi. Pun juga ‘ramah’ untuk bersinergi dengan berbagai konteks maupun konsep simbolik. Ia bisa mereproduksi suara, dentuman, teriakan, sampai memetafora berbagai objek menjadi disain aksara yang ekspresif. Dan sebaliknya, ia pun bisa menjadi inspirasi untuk memproduksi berbagai objek, mengekspresikan perasaan, karya seni visual, ambient object, sampai permainan berbasis aksara dengan berbagai medium. Aksara, dalam hal ini, dapat menginspirasi dan hadir untuk publik. Ia, tanpa adanya suatu sistem aturan pragmatis, memiliki kemampuan untuk diderivasi menjadi objek kreasi. Ia siap diamini oleh siapapun untuk didekonstruksi. Aksara, pada akhirnya, ‘ngurupke’ kehidupan manusia.