Pada hari Selasa, 06 Desember 2016 bertempat di Gedung Sasana Ajiyasa Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta, telah dilaksanakan Seminar Nasional dengan tema  Gerakan Seni Rupa Baru dengan pembicara yaitu :  Prof. Dr. M. Agus Burhan, M.Hum., FX. Harsono, Jim Supangat, Hendro Wijayanto serta dengan moderator  Gogor Bangsa, M.Sn., dan Bambang Wicjaksono, M.Sn. adapun peserta seminar adalah akademisi dan praktisi seni.

Salah satu tagline yang sering didengungkan masyarakat seni di Indonesia mengenai GSRB adalah bahwa Gerakan Seni Rupa Baru sebagai penanda dari perkembangan senikontemporer di Indonesia. GSRB juga dimaknai sebagai penanda dari gelombang perkembangan seni rupa pada tahun 1975-1979 yang memasuki daerah pijak baru, yaitu perubahan manifestasi secara fisik dan konsep secara besar-besaran. Bahkan ada sebagian pendapat yang menganggap bahwa GSRB menghasilkan denyut yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok seni rupa pendahulunya, yaitu Persatuan Ahli Gambar Indonesia (PERSAGI) yang digawangi oleh Agus Djaja dan S. Sudjojono. Hal itu disebabkan GSRB menyodorkan permasalahan yang lebih kompleks melalui menifestonya dibandingkan dengan apa yang disodorkan oleh PERSAGI. Manifesto GSRB bertujuan untuk menegaskan dengan tujuan meruntuhkan definisi seni rupa yang terkungkung pada seni lukis, seni patung, dan seni grafis. Keyakinannya adalah estetika seni rupa merupakan gejala jamak.

Perupa yang membentuk GSRB adalah F.X. Harsono, Hardi, Ris Purnomo, S. Prinka, Anyool Soebroto, Satyagraha, Nyoman Nuarta, Pandu Sudewo, Agus Tjahjono, Dede Eri Supriya, Jim Supangkat, Siti Adiyati Subangun, Nanik Mirna, Wagiono S, B. Munni Ardhi, dan Bachtiar Zainoel. Sebagai sebuah usaha dari sekelompok akademisi atau mahasiswa seni rupa yang menentang monopoli seni oleh sekelompok seniman saja. Monopoli di sini adalah terlalu kuatnya pengaruh modern dari seniman senior mereka yang sekaligus menjadi pengajar mereka di kampus, yang dalam beberapa hal mengekang kemungkinan akan bentuk-bentuk baru dari kesenian itu sendiri. Hal tersebut mereka wujudkan dalam bentuk pameran bertajuk “Pasaraya Dunia Fantasi“ di Taman Ismail Marzuki pada tanggal 2 hingga 7 Agustus 1975, tepat delapan bulan setelah peristiwa Desember Hitam. Adapun beberapa pendapat mengatakan bahwa peristiwa Desember Hitam adalah awal dari Gerakan Seni Rupa Baru itu sendiri. Empat tahun kemudian Gerakan Seni Rupa Baru mendeklarasikan Manifesto Gerakan Seni Rupa Baru atau yang biasa disingkat menjadi GSRB, yang merupakan salah satu penanda dari awal kelahiran seni rupa kontemporer di Indonesia.

Seminar yang merupakan bagian dari pameran GSRB 2016 berusaha menghadirkan kembali jejak-jejak refleksi seni budaya yang dihasilkan oleh GSRB selama masa gerakan tersebut berkembang beserta wacana dan estetika yang mereka usung hingga periode terkini 2016 . Bagaimana perkembangan dan perubahan wacana dan idealitas estetika para eksponen GSRB dan peran mereka dalam dunia seni rupa semenjak periode awal hingga rentang tahun 2016.

Adapun tujuan seminar antara lain:

  1. menyebarluaskan pemikiran dan pencapaian estetika GSRB
  2. meningkatkan apresiasi dan wacana karya seni sesuai dengan semangat zaman yang berkembang,
  3. meramaikan wacana seni rupa di kampus seni dan masyarakat luas.

Adapun materi bisa di download di link di bawan ini :

  1. Gerakan Seni Rupa Baru dalam Sejarah Seni Rupa Modern Indonesia, Prof. M. Agus Burhan, M.Hum.
  2. Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia Sebuah Analisis, Jim Supangat
  3. Apa itu Seni Rupa Baru?, Hendro Wijayanto
  4. Semangat Menyebar Melalui Pertemanan, FX Harsono